Rabu, 14 Agustus 2013

PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN (PBL) BIMBINGAN DAN KONSELING



Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi menyangkut upaya memfasilitasi mahasiswa agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tgas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, social, dan moral spiritual). Dapat dipastikan bahwa selama penyelenggaraan bimbingan dan konseling itu dijumpai berbagai problematika yang mewarnai proses pelaksanaan yang melibatkan banyaka hal (Salahudin, 2010).
Problematika bimbingan dan konseling bukan disebabkan factor eksternal, tetapi pada dasarnya bersumber dari factor internal. Bimbingan dan konseling hingga kini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Pandangan ini timbul karena kurangnya profesionalitas dan dedikasi yang tinggi dari orang- orang menekuni bidang bimbingan dan konseling (Saefudin, 2010)
 Kegiatan pembelajaran di lingkungan pendidikan baik di sekolah maupun di perguruan tinggi, kita dihadapkan pada berbagai karakteristik peserta didik yang beranekaragam. Ada peserta didik yang menempuh kegiatan belajar secara lancar dan prestasi yang baik pula, namun di pihak lain ada juga peserta didik yang mengalami berbagai hambatan dan kesulitan dalam kegiatan belajarnya sehingga menjadikan prestasi belajar yang di bawah standar. Kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik ini dapat tampak pada manifestasi perilaku yang tidak wajar, baik dari spek psikomotor, kognitif maupun aspek afektif. Untuk dapat mengidentifikasi peserta didik yang mengalami kesulitan dalam hal belajar, perlu adanya kriteria yang menjadi patokan dalam menentukan batasan kesulitan yang sedang dihadapinya ( Sudrajat, 2008)
Dalam menghadapi permasalahan dan kesulitan belajar ini sangat dibutuhkan peranan dari guru ataupun dosen yang aktif dan professional terhadap anak didiknya. Dimana peran guru ataupun dosen memberi dampak yang sangat besar terhadap perkembangan dan besarnya masalah belajar yang dihadapi anak didik. Agar seorang dosen maupun guru dapat mengatasi masalah yang di alami oleh anak didik maka perlu kiranya untuk mengetahui dan memahami kriteria, batasan masalah belajar, fakor penyebab, gejala yang ditunjukkan oleh anak didik tersebut ( Sudrajat, 2008)
Peranan wali (pembimbing) akan sangat berpengaruh dalam mahasiswa berinteraksi dalam kegiatan perkuliahan. Mahasiswa cenderung untuk menyelesaiakan kesulitan-kesulitan dalam menghadapi permasalahan kelancaran studi ini dengan meninggalkan perkuliahan. Tentunya hal ini tidak perlu terjadi karena mahasiswa harus memiliki kemandirian dalam menentukan tujuan hidupnya. Dosen pembimbing (wali) mempunyai peranan penting dalam memberikan/ membentuk kemandirian mahasiswa. Hal ini sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan pada pembimbing (wali). sebagai bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikannya adalah melaksanakan tugas pendidikan secara professional. Pembagian tugas terhadap dosen wali untuk melaksanakan bimbingan terhadap mahasiswa bukan hanya terbatas pada kontrak studi, tetapi harus dapat memberikan pemahaman sikap belajar sebagai orang dewasa yang mandiri ( Prayitno, 2004)
Pemahaman dosen wali terhadap konsep bimbingan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya membentuk sikap belajar mahasiswa. Kemampuan dosen wali dalam melaksanakan bimbingan perwalian ini memerlukan aspek-aspek perangkat administrasi yang mendukung. Pengembangan sistem perwalian dapat menggunakan perkembangan teknologi komunikasi informasi seperti web site, SMS. Hal ini memerlukan kesiapan baik mahasiswa maupun dosen wali dalam menggunakan teknologi tersebut. Sikap terbuka dari mahasiswa dan dosen wali tentunya hal mutlak yang diperiukan oleh mahasiswa. Tugas dosen wali cukup penting sebagai penasehat akademik (Prayitno, 2004). Menurut Sukardi (2008) mengemukakan bahwa, bimbingan dalam arti yang luas ialah bantuan yang diberikan pada seseorang atau sekelompok orang yang memerlukannya supaya dapat melihat, menemukan dan memecahakan masalahnya, sehngga mereka dapat hidup Iebih baik dan berguna bagi keluarga, masyarakat dan semuanya. Salahudin (2010) mengemukan bahwa bimbingan konseling sebagai suatu proses membantu individu untuk belajar bagaimana memecahakan masalah tertertentu yang menyangkut hubungan antar pribadi, emosional dan pengambilan keputusan, Dari pernyataan tersebut dapat diinterpretasikan sikap belajar mahasisiwa sangat memerlukan bimbingan secara langsung melalui tindakan konkrit. Baik menyangkut hunbungan pribadi, maupun administars. Sikap belajar positif memerlukan sistem keterbukaan dari kedua belah pihak agar kemandirian dalam pemahaman diri terhadap tujuan belajar, penerimaam diri, sikap jujur, disiplin terhadap waktu belajar, dalam menyelasaikan mata kuliah, dapat tercapai secara optimal.
Peranan dosen dalam upaya membangun sikap belajar yang positif dapat diartikan sebagai usaha untuk menyelesaikan permasalahan-permasalah akademis yang disebabkan baik secara prosedur akademis maupun permasalahan non akademis. Menurut Syamsu Yusuf (2008) mengatakan bahwa masalah-masalah utama mahasiswa dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek yaitu : masalah pribadi, masalah belajar, masalah karir, masalah keluarga, dan masalah dalam kelompok sebaya. Dari uraian tersebut pada dasarnya upaya memberikan bimbingan adalah untuk memberikan batuan bagi tercapainya keberhasilan mahasiswa dalam penyelesaian studi. Peranan bimbingan yang paling utama adalah membangun sikap belajar. Untuk hal tersebut diperlukan suatu keterbukaan dari dosen wali dan mahasiswa. Peranan dosen wali untuk dapat menyelesaikan masalah pembelajaran ini memerlukan iklim yang komunikatif dalam pembelajaran.
Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik, guru (pendidik), tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Dalam keseluruhan proses belajar-mengajar terjadilah interaksi antara bberbagai komponen. Masing-masing komponen diusahakan saling pengaruh-mempengaruhi sedemikian hingga dapat tercapai tujuan pendidikan dan pengajaran. Salah satu komponen yang utama adalah siswa, hal ini dapat dipahami karena yang harus mencapai tujuan (atau yang harus berkembang) adalah system dan oleh karena itu siswalah yang harus belajar. Sehingga pemahaman terhadap siswa adalah penting bagi pendidik maupun pembimbing agar dapat menciptakan situasi yang tepat serta member pengaruh yang optimal bagi siswa untuk dapat belajar yang berhasil (Slameto, 2003).
Seperti telah dikemukakan bahwa belajar ini banyak sekali aspek-aspeknya, maka masalah yang timbul dari perbuatan belajarpun banyak pula, baik bagi murid-murid (pelajar), mahasiswa maupun bagi guru atau sekolah. Bagi mahasiswa atau murid akan timbul masalah-masalah belajar seperti tidak tahu belajar yang efektif, tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar, tidak tahu tujuan sekolah, tidak ada semangat dalam belajar(motivasi belajar), sering membolos, takut mengalami kegagalan, tidak senang terhadap guru (dosen) mengajar, merasa takut terhadap guru (dosen), merasa rendah diri, dan konflik dengan orang tua (Widyatun, 2009)
Dalam kegiatan pembelajaran di lingkungan pendidikan baik di sekolah maupun di perguruan tinggi, kita dihadapkan pada berbagai karakteristik peserta didik yang beranekaragam. Ada peserta didik yang menempuh kegiatan belajar secara lancar dan prestasi yang baik pula, namun di pihak lain ada juga peserta didik yang mengalami berbagai hambatan dan kesulitan dalam kegiatan belajarnya sehingga menjadikan prestasi belajar yang di bawah standar. Kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik ini dapat tampak pada manifestasi perilaku yang tidak wajar, baik dari spek psikomotor, kognitif maupun aspek afektif. Untuk dapat mengidentifikasi peserta didik yang mengalami kesulitan dalam hal belajar, perlu adanya kriteria yang menjadi patokan dalam menentukan batasan kesulitan yang sedang dihadapinya (Slameto, 2003)
Dalam menghadapi permasalahan dan kesulitan belajar ini sangat dibutuhkan peranan dari guru ataupun dosen yang aktif dan professional terhadap anak didiknya. Dimana peran guru ataupun dosen memberi dampak yang sangat besar terhadap perkembangan dan besarnya masalah belajar yang dihadapi anak didik. Agar seorang dosen maupun guru dapat mengatasi masalah yang di alami oleh anak didik maka perlu kiranya untuk mengetahui dan memahami kriteria, batasan masalah belajar, fakor penyebab, gejala yang ditunjukkan oleh anak didik tersebut (Salam, 2004)
Individu merasakan kesulitan dalam menghadapi kegiatan belajar ketika tinggal dipondok pesantren yaitu dalam membagi waktu belajar, klien tidak bisa membagi waktu antara kegiatan dipondok pesantren dengan belajar untuk kuliahnya dengan baik sehingga membuat hasil belajarnya turun dan tidak mendapatkan beasiswa lagi. Sedangkan ketika klien masih tinggal dikos klien bisa mendapatkan beasiswa dikarenakan tidak begitu banyak kegiatan dan bisa membagi waktu belajarnya.