Penyelenggaraan bimbingan dan konseling
di perguruan tinggi menyangkut upaya memfasilitasi mahasiswa agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tgas perkembangannya
(menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, social, dan moral spiritual). Dapat
dipastikan bahwa selama penyelenggaraan bimbingan dan konseling itu dijumpai
berbagai problematika yang mewarnai proses pelaksanaan yang melibatkan banyaka
hal (Salahudin, 2010).
Problematika bimbingan dan konseling bukan disebabkan factor
eksternal, tetapi pada dasarnya bersumber dari factor internal. Bimbingan dan
konseling hingga kini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Pandangan
ini timbul karena kurangnya profesionalitas dan dedikasi yang tinggi dari orang-
orang menekuni bidang bimbingan dan konseling (Saefudin, 2010)
Kegiatan pembelajaran di
lingkungan pendidikan baik di sekolah maupun di perguruan tinggi, kita
dihadapkan pada berbagai karakteristik peserta didik yang beranekaragam. Ada
peserta didik yang menempuh kegiatan belajar secara lancar dan prestasi yang
baik pula, namun di pihak lain ada juga peserta didik yang mengalami berbagai
hambatan dan kesulitan dalam kegiatan belajarnya sehingga menjadikan prestasi
belajar yang di bawah standar. Kesulitan belajar yang dialami oleh peserta
didik ini dapat tampak pada manifestasi perilaku yang tidak wajar, baik dari
spek psikomotor, kognitif maupun aspek afektif. Untuk dapat mengidentifikasi
peserta didik yang mengalami kesulitan dalam hal belajar, perlu adanya kriteria
yang menjadi patokan dalam menentukan batasan kesulitan yang sedang dihadapinya
( Sudrajat, 2008)
Dalam menghadapi
permasalahan dan kesulitan belajar ini sangat dibutuhkan peranan dari guru
ataupun dosen yang aktif dan professional terhadap anak didiknya. Dimana peran
guru ataupun dosen memberi dampak yang sangat besar terhadap perkembangan dan
besarnya masalah belajar yang dihadapi anak didik. Agar seorang dosen maupun
guru dapat mengatasi masalah yang di alami oleh anak didik maka perlu kiranya
untuk mengetahui dan memahami kriteria, batasan masalah belajar, fakor
penyebab, gejala yang ditunjukkan oleh anak didik tersebut ( Sudrajat, 2008)
Peranan wali (pembimbing) akan sangat berpengaruh dalam
mahasiswa berinteraksi dalam kegiatan perkuliahan. Mahasiswa cenderung untuk
menyelesaiakan kesulitan-kesulitan dalam menghadapi permasalahan kelancaran
studi ini dengan meninggalkan perkuliahan. Tentunya hal ini tidak perlu terjadi
karena mahasiswa harus memiliki kemandirian dalam menentukan tujuan hidupnya.
Dosen pembimbing (wali) mempunyai peranan penting dalam memberikan/ membentuk
kemandirian mahasiswa. Hal ini sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang
diberikan pada pembimbing (wali). sebagai bagian dalam melaksanakan tugas yang
diberikannya adalah melaksanakan tugas pendidikan secara professional.
Pembagian tugas terhadap dosen wali untuk melaksanakan bimbingan terhadap
mahasiswa bukan hanya terbatas pada kontrak studi, tetapi harus dapat
memberikan pemahaman sikap belajar sebagai orang dewasa yang mandiri (
Prayitno, 2004)
Pemahaman dosen wali terhadap konsep bimbingan merupakan salah
satu aspek penting dalam upaya membentuk sikap belajar mahasiswa. Kemampuan
dosen wali dalam melaksanakan bimbingan perwalian ini memerlukan aspek-aspek
perangkat administrasi yang mendukung. Pengembangan sistem perwalian dapat
menggunakan perkembangan teknologi komunikasi informasi seperti web site, SMS.
Hal ini memerlukan kesiapan baik mahasiswa maupun dosen wali dalam menggunakan
teknologi tersebut. Sikap terbuka dari mahasiswa dan dosen wali tentunya hal
mutlak yang diperiukan oleh mahasiswa. Tugas dosen wali cukup penting sebagai
penasehat akademik (Prayitno, 2004). Menurut Sukardi (2008) mengemukakan bahwa,
bimbingan dalam arti yang luas ialah bantuan yang diberikan pada seseorang atau
sekelompok orang yang memerlukannya supaya dapat melihat, menemukan dan
memecahakan masalahnya, sehngga mereka dapat hidup Iebih baik dan berguna bagi
keluarga, masyarakat dan semuanya. Salahudin (2010) mengemukan bahwa bimbingan
konseling sebagai suatu proses membantu individu untuk belajar bagaimana
memecahakan masalah tertertentu yang menyangkut hubungan antar pribadi,
emosional dan pengambilan keputusan, Dari pernyataan tersebut dapat
diinterpretasikan sikap belajar mahasisiwa sangat memerlukan bimbingan secara
langsung melalui tindakan konkrit. Baik menyangkut hunbungan pribadi, maupun
administars. Sikap belajar positif memerlukan sistem keterbukaan dari kedua
belah pihak agar kemandirian dalam pemahaman diri terhadap tujuan belajar,
penerimaam diri, sikap jujur, disiplin terhadap waktu belajar, dalam
menyelasaikan mata kuliah, dapat tercapai secara optimal.
Peranan dosen dalam upaya membangun sikap belajar yang positif
dapat diartikan sebagai usaha untuk menyelesaikan permasalahan-permasalah
akademis yang disebabkan baik secara prosedur akademis maupun permasalahan non
akademis. Menurut Syamsu Yusuf (2008) mengatakan bahwa masalah-masalah utama
mahasiswa dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek yaitu : masalah pribadi,
masalah belajar, masalah karir, masalah keluarga, dan masalah dalam kelompok
sebaya. Dari uraian tersebut pada dasarnya upaya memberikan bimbingan adalah
untuk memberikan batuan bagi tercapainya keberhasilan mahasiswa dalam
penyelesaian studi. Peranan bimbingan yang paling utama adalah membangun sikap
belajar. Untuk hal tersebut diperlukan suatu keterbukaan dari dosen wali dan
mahasiswa. Peranan dosen wali untuk dapat menyelesaikan masalah pembelajaran
ini memerlukan iklim yang komunikatif dalam pembelajaran.
Kegiatan belajar
mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik, guru (pendidik),
tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Dalam
keseluruhan proses belajar-mengajar terjadilah interaksi antara bberbagai
komponen. Masing-masing komponen diusahakan saling pengaruh-mempengaruhi
sedemikian hingga dapat tercapai tujuan pendidikan dan pengajaran. Salah satu
komponen yang utama adalah siswa, hal ini dapat dipahami karena yang harus
mencapai tujuan (atau yang harus berkembang) adalah system dan oleh karena itu
siswalah yang harus belajar. Sehingga pemahaman terhadap siswa adalah penting
bagi pendidik maupun pembimbing agar dapat menciptakan situasi yang tepat serta
member pengaruh yang optimal bagi siswa untuk dapat belajar yang berhasil
(Slameto, 2003).
Seperti telah
dikemukakan bahwa belajar ini banyak sekali aspek-aspeknya, maka masalah yang
timbul dari perbuatan belajarpun banyak pula, baik bagi murid-murid (pelajar),
mahasiswa maupun bagi guru atau sekolah. Bagi mahasiswa atau murid akan timbul
masalah-masalah belajar seperti tidak tahu belajar yang efektif, tidak dapat
berkonsentrasi dalam belajar, tidak tahu tujuan sekolah, tidak ada semangat
dalam belajar(motivasi belajar), sering membolos, takut mengalami kegagalan,
tidak senang terhadap guru (dosen) mengajar, merasa takut terhadap guru
(dosen), merasa rendah diri, dan konflik dengan orang tua (Widyatun, 2009)
Dalam kegiatan
pembelajaran di lingkungan pendidikan baik di sekolah maupun di perguruan
tinggi, kita dihadapkan pada berbagai karakteristik peserta didik yang
beranekaragam. Ada peserta didik yang menempuh kegiatan belajar secara lancar
dan prestasi yang baik pula, namun di pihak lain ada juga peserta didik yang
mengalami berbagai hambatan dan kesulitan dalam kegiatan belajarnya sehingga
menjadikan prestasi belajar yang di bawah standar. Kesulitan belajar yang
dialami oleh peserta didik ini dapat tampak pada manifestasi perilaku yang
tidak wajar, baik dari spek psikomotor, kognitif maupun aspek afektif. Untuk dapat
mengidentifikasi peserta didik yang mengalami kesulitan dalam hal belajar,
perlu adanya kriteria yang menjadi patokan dalam menentukan batasan kesulitan
yang sedang dihadapinya (Slameto, 2003)
Dalam menghadapi
permasalahan dan kesulitan belajar ini sangat dibutuhkan peranan dari guru
ataupun dosen yang aktif dan professional terhadap anak didiknya. Dimana peran
guru ataupun dosen memberi dampak yang sangat besar terhadap perkembangan dan
besarnya masalah belajar yang dihadapi anak didik. Agar seorang dosen maupun
guru dapat mengatasi masalah yang di alami oleh anak didik maka perlu kiranya
untuk mengetahui dan memahami kriteria, batasan masalah belajar, fakor
penyebab, gejala yang ditunjukkan oleh anak didik tersebut (Salam, 2004)
Individu merasakan kesulitan dalam menghadapi kegiatan belajar
ketika tinggal dipondok pesantren yaitu dalam membagi waktu belajar, klien
tidak bisa membagi waktu antara kegiatan dipondok pesantren dengan belajar
untuk kuliahnya dengan baik sehingga membuat hasil belajarnya turun dan tidak
mendapatkan beasiswa lagi. Sedangkan ketika klien masih tinggal dikos klien
bisa mendapatkan beasiswa dikarenakan tidak begitu banyak kegiatan dan bisa
membagi waktu belajarnya.